Hapuslah air matamu Ibu Pertiwi
Biarkan kami yang bermandi peluh,
bermandi debu dan bermandi lumpur
Biarkan kami yang akan menggendong duka dan laramu
Biarkan kami yang akan memikul semua ini

Tetap Semangat Wahai Anak Bangsa !!!
SEPERTI BURUNG ELANG,
JIKA INGIN TERBANG AKAN BELAJAR TERUS MENERUS SEBELUM BISA MENEMBUS ANGKASA RAYA...
ITULAH PG dan juga para PETUALANG SEJATI

29 November 2009

SATU TAHUN GALIAN LIAR DI WALED DALAM GOOGLE EARTH





Galian dilihat dari Arah Cikeusal Kuningan

Galian Maneungteung Tampak Depan Jalan Kuningan-Ciledug

Galian Maneungteung dilihat dari selatan

Galian Gunung Tukung


Galian Ciuyah

Galian Maneungteung dilihat dari Utara

galian Tebing Maneungteung dan Gunung Tukung Desa Waledasem, galian Ciuyah Desa Ciuyah. Ketiga lokasi galian liar berada di Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon

23 November 2009

ANGKATAN PUSAR CETIGA (PUCET) PETAKALA GRAGE

Putersari Kuningan 1986

Mamat Selamet(kaos hitam), Gouw Sutiawan(syal merah,Juanda, Deni Lesmana, Maman Jasmani,Nengtiein & Rosinah(berpelukan), Budi Madjmoe,Darna (kaos hijau), Ela Nurlaela (kaos orange).....



17 November 2009

kokolot PG karya Teguh ANGKATAN BABAK CARUBAN (BACAR)



Ujang, Endang, Andries, Diding & Gouw (Puterlumbung Kuningan 1986)


Soemarno M.TH Bacar lahir 08 Juli 1957
Istri : Endang Haerani
Anak2 : Mayang Pradtya, Dwipa Basutya, Arya tenggara, Rass Ksatrya dan Dzickrz Aulya
Alamat : Jln. Letjen S. Paraman No.13 Jatiseeng Ciledug Cirebon 45188. Email : orbit_sympati@yahoo.com
Mobile phone : 081-320-533-668



Awih Zaenudin Bacar lahir 01 Maret 1961
Istri : Supiah
Anak-anak: Cindy A Rachmawaty 17 Mei 1992, Salman 21 September 1992
Alamat Jl. Letjen S. Parman Gg.Asral Dsn Pon Rt.03/02 Damarguna Ciledug Cirebon 45188 Phone: 0231-331-7212

  Gouw Sutiawan Bacar lahir 09 September 1968, Istri Kusmiati 11 Juni 1971, Anak2 : Indra Kurniawan H 18 Juli 1992, Rama Dwi Putra Kustiawan 14 Desember 2000

Didik Z Hans Bacar Lahir 09 Maret 1962 Istri :Rucitawati Didik
Anak-anak:
Antika Marilis Dezetha
Bara Ghazian Hans
Email : didikz@yahoo.com

Deddy Madjmoe Bacar, lahir 24 Mei 1968
Istri : Farida Hanura
Anak2: Muhammad Afrizal Darmawan dan Muhammad Bagus Nurfallah
Alamat : Jln. Buyut Roda Gg.Polos 84-85 Jatiseeng Ciledug Cirebon 45188. Email : deddy_pg@yahoo.co.id
Mobile phone : 081-324-300-415


Ende Aji Jumara Bacar, lahir 26 Juli 1966 Istri Titi Suhaeti Rapus 17 Februari 1975, Anak-anak Amelia Tiara Jahra 24 Juni 1998 Adelia Adzani Subhi 09 Agustus 2004.(poto belum ada)

13 November 2009

RUSA KIJANG


KIJANG ATAU MUNCAK Muntiacus muntjak
adalah kerabat rusa yang tergabung dalam genus Muntiacus. Kijang berasal dari Dunia Lama dan dianggap sebagai jenis rusa tertua, telah ada sejak 15-35 juta tahun yang lalu, dengan sisa-sisa dari masa Miosen ditemukan di Prancis dan Jerman.

Pada masa sekarang, muncak hanya dapat ditemui di Asia Selatan dan Asia Tenggara, mulai dari India, Srilangka, Indocina, hingga kepulauan Nusantara. Beberapa jenis diintroduksi di Inggris dan sekarang banyak dijumpai di sana.

Bulu tubuhnya berwarna coklat muda kekuningan sampai coklat kehitaman dan pada punggung terdapat garis kehitaman. Daerah perut sampai kerongkongan berwarna putih, khusus kerongkongan warnanya bervariasi dari putih sampai coklat muda. Kijang jantan biasanya lebih besar dari betina. Panjangnya Badan kijang bervariasi dari 35-53. dan tingginya mereka terbentang dari 15-26.

Kijang tidak mengenal musim kawin dan dapat kawin kapan saja, namun perilaku musim kawin muncul bila kijang dibawa ke daerah beriklim sedang. Jantannya memiliki tanduk pendek yang dapat tumbuh bila patah.

Hewan ini sekarang menarik perhatian penelitian evolusi molekular karena memiliki variasi jumlah kromosom yang dramatis dan ditemukannya beberapa jenis baru (terutama di Indocina).




RUSA BAWEAN





Jenis rusa di Indonesia adalah rusa Timor (Cerfus temurensis), rusa Sambar (Cerfus unicalor), rusa Bawean (Axis Kuhlii), Kijang (Muntiakus Muntjak), dan rusa Totol (Axsis Axsis). Rusa tersebut tersebar diseluruh wilayah nusantara terutama di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara serta Irianjaya.

Empat jenis asli Indonesia terdiri dari rusa Timor, rusa Sambar, rusa Bawean dan Kijang. Berdasarkan bentuk strukturnya Sambar memiliki tubuh yang sangat besar diikuti rusa Timor dan rusa Bawean, sementara Kijang merupakan jenis rusa yang paling kecil.

Rusa Bawean pertama kali diidentifikasi pada tahun 1845 sebagi Cervus Kuhlii. Bemmel (Semiadi, 1999) menyebutkan tentang klasifikasi rusa Bawean adalah sebagai berikut:

Ordo: Artiodactyla
Sub ordo: Ruminansia
Infra ordo: Pecora
Famili: Cervidae
Sub family: Cerfinae
Genus: Axis
Spesies: Axis Kuhlii

MORFOLOGI
Morfologi rusa Bawean ( Axis Kuhlii) sebagai berikut :
1. TINGGI BADAN 60 – 70 Cm
2. PANJANG BADAN 105 – 115 Cm
3. BERAT BADAN ± 50 Kg
4. PANJANG EKOR BERKISAR 20 Cm BERWARNA COKLAT DAN KEPUTIHAN DILIPATAN BAGIAN DALAMNYA
5. CIRI ISTEMEWA LAINNYANYA ADALAH ADANYA GIGI TARING PADA RAHANG BAWAHNYA
6. BULUNYA BERWARNA COKLAT PENDEK, KECUALI PADA BAGIAN LEHER.
7. SEKITAR MATA BERWARNA PUTIH TERANG
8. DI SEKITAR MULUT BERWARNA SEDIKIT TERANG DIBANDING MUKA YANG DIPISAHKAN OLEH GARIS KEHITAMAN
9. BAHU DEPAN LEBIH RENDAH DARI PADA BAGIAN BELAKANG SEHINGGA TERKESAN MERUNDUK SEPERTI KIJANG
10. PADA ANAK RUSA SERING TERDAPAT TOTOL-TOTOL YANGA ADA DALAM WAKTU SINGKAT DAN SETELAH ITU MENGHILANG

Rusa Bawean jantan dewasa mempunyai sepasang tanduk bercabang tiga, sedangkan rusa jantan muda ranggahnya belum bercabang.

Rusa Bawean jantan bertanduk

Rusa Bawean jantan tampak samping

Ranggah mulai tumbuh pada saat rusa berumur 8 bulan. Mula-mula berupa tonjolan disamping dahinya, kemudian memanjang dan tumbuh lengkap pada umur 20-30 bulan. Selanjutnya ranggah ini akan tanggal dan digantikan oleh sepasang ranggah yang lain dengan satu cabang demikian seterusnya sampai tanduk tersebut lengkap bercabang tiga, yaitu pada saat rusa berumur 7 tahun.

FISIOLOGI
Diyakini bahwa rusa Bawean tidak memiliki masa musim kawin yang tetap. Dari hasil penelitian masa kelahiran anak rusa Bawean adalah di bulan Februari hinnga Juni, dengan masa perkawianan antara bulan Juli hingga November.

PERILAKU KAWIN
Musim kawin terjadi di bukan Juli sampai November, pada saat musim kemarau sedang berlangsung. Masa bunting 7-8 bulan dan diharapkan anak rusa akan lahir dimusim hujan yaitu sekitar Feburuari sampai Juni. Pada saat ini tumbuh-tumbuhan bertunas sehingga akan tersedia cukup makanan bagi anak dan induk yang melahirkan.
Untuk memperebutkan betina didahului dengan perkelahian diantara pejantan-pejatan. Bekas gosokan tanduk pada batang-batang pohon merupakan petunjuk bagi rusa betina akan adanya sang jantan. Sedangkan rusa betina sendiri mengeluarkan cairan dari celah-celah jarinya dengan mengandalkan penciumannya.

PERILAKU HARIAN DI HUTAN
Kegiatan hidup rusa Bawean terutama berlangsung pada malam hari (nocturnal). Rusa bawean aktif berkelana mulai pukul 17.00 sampai pukul 21.00 dan mulai menurunkan aktifitasnya pada pukul 02.00 dini hari sampai pukul 05.00 pagi. Pada siang hari rusa Bawean biasanya menghabiskan waktu untuk beristirahat.

POPULASI
Sejak pertama kali rusa Bawean ditemukan oleh para peneliti, tidak pernah dilaporkan secara rinci keadaan populasi di habitat aslinya. Catatan tertua yang membahas secara selintas tentang keadaan populasi rusa Bawean ini adalah dari hasil publikasi tahun 1953. Dilaporakan bahwa ke tika tahun 1928 dilakukan exspedisi penelitian tentang rusa ini dihabitat aslinya, para peneliti tidak dapat menemukan sekor rusapun di lapangan, terkecuali beberapa ranggah yang telah luluh yang dibawa oleh masyarakat setempat. Hal ini setidaknya menggambarkan keadaan populasi rusa yang memang mungkin rendah, disamping kemungkinan karena perilakunya yang lebih menyukai daerah bersemak dan bersembunyi. Namun hal ini (komunikasi peribadi) menyatakan bahwa semasa jaman kakeknya (era 1040an) dan dirinya (era 1960an) para pemburu lokal dalam setiap aksifitas perburuannya selalau berhasil untuk mendapatkan seekor rusa untuk setiap pemburu. Dalam suatu kelompok pemburu adalah antara satu hingga tiga orang. Sistem penangkapan adalah dengan cara pemasangan jerat leher atau lubang perangkap

Walau tidak pernah dikemukakan keadaan populasi rusa yang ada dimasa lampau. Bahwa kelestarian rusa Bawean mulai terusik sekitar tahun 1948, ketika terjadi kelaparan. Rakyat yang biasanya berlayar dan memancing dilaut , dengan aktifitas berburu dan berladang sebagi kegiatan sambilan. Akhirnya mengubah sikap hidupnya menjadi pemburu penuh guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu diduga bahwa gangguan terberat pada habitat rusa Bawean sebenarnya mulai terjadi sekitar tahun 1934 karena proses deforestarasi dengan penanaman pohon jati (Tectona garandis), yang kemudian disusul dengan penurunan populasi. Gangguan terhadap habitat asli ini terulang kembali sekitar tahun 1960an ketika terjadi penebangan pohon hutan, yang tersisa untuk ditanami pohon jati ( Halimi, komunikasi peribadi). Satu-satunya surfai yang paling intensif yang pernah dilakukan guna untuk mengatuhi keadaan populasi rusa Bawean adalah surfai yang dilakukan dari bulan September 1977 sampai Mei 1979. Dari laporan tersebut dilaporkan bahwa populasi rusa Bawean pada saat itu berkisar antara 200-400 ekor. Dari hasil surfai tersebut pula pada akhirnya beberapa daerah di Pulau Bawean dijadikan kawasan lindung catatan resmi dalam IUCN saat ini masih menggunakan data tahun 1979 yang menyatakan bahwa dihabitat aslinya jumlah rusa Bawean diperkirakn mencapai 400 ekor dan dalam penangkaran berjumlah 102 ekor yang berada dikebun binatang Surabaya dan Singapura. Penurunan populasi di alam bebas yang terjadi sejak dahulu hingga sekarang adalah sebagi akibat penurunan habitat, perburuan dan anjing liar.

HABITAT
Habitat merupakan tempat hidup populasi satwa liar untuk dapat berkembang baik dengan optimal (Djuwantoko, 1986). Habitat yang ideal bagi satwa adalah yang mencakup kebutukan biologis dan ekolologis satwa yang bersangkutan. Artinya habitat satwa dapat memenuhi kebutuhan biologis satwa ( makan, minum, berlindung ,bermain, berkembang biak ) dan dapat memenuhi kebutuhan ekologis dalam ekosistem.

Pulau Bawean sebagi habitat asli dari rusa Bawean, terletak 150 km sebelah utara Surabaya, dikawasan Laut Jawa. Luas total Pulau Bawean sekitar 190 km² dengan daerah yang bergunung (400-646 m dpl) berada di sekitar barat dan tengah pulau. Musim kemarau berlangsung mulai bulan Agustus hingga November dan dilanjutkan dengan musim penghujan dengan disertai angin Berat yang kencang pada awal musim penghujan.

Bentangan pegunungan yang ada mempunyai kelerengan antara 5%-75%, namun sejak tahun 1934 banyak areal pegunungan yang vegetasinya berganti dengan pohon jati. Daerah inilah yang menjadi sisa habitat asli rusa Bawean.

JENIS-JENIS MAKANAN RUSA BAWEAN DI PENANGKARAN BATU GEBANG

Nama lokal :
1. Daun Anjhujhu
2. Tale Caceng
3. Daun Gundang
4. Daun Nangka
5. Daun Kenyang-kenyang
6. Daun Gheddhung
7. Rumput Gajah
8. Rumput Ladang
9. Tale Atta
10. Daun ampelas
11. Daun lambese
12. Daun andudur
13. Daun pelle
14. Daun ampere
15. Rumput lending-ledingan
16. Daun kangkung tajhin
17. Rumput lapeddhung
18. Daun kacang
19. Buah nangka
20. Buah gheddheng
21. Buah pellem dan masih banyak jenis daun,rumput, dan buah2an lainnya.

Disusun oleh: Dina Jayanti dari berbagai sumber
dengan editing seperlunya oleh rusabawean.com

RUSA SAMBAR





POTO :www.indonesiatraveling.com
Rusa Sambar

Rusa Sambar (Cervus unicolor) merupakan rusa terbesar untuk daerah tropik dengan sebaran di Indonesiaterbatas di pulau Sumatera, Kalimantan dan pulau kecil di sekitar Sumatera (Whitehead, 1994). Rusa sambar juga merupakan jenis rusa yang besar dan mempunyai kaki yang panjang, warna kulit dan rambut coklat tua, bagian perut berwarna lebih gelap sampai kehitam-hitaman, rambut kaku, kasar dan pendek. Berat badan bervariasi antara 185 – 260 kg dengan tinggi badan 140 – 160 cm. Jantan dewasa memiliki rambut surai yang panjang dan lebat di bagian leher dan atas kepala. Rusa Sambar mencapai dewasa kelamin pada umur 8 bulan dan dapat hidup hingga umur 11 tahun. Periode gestasi 7 bulan dan interval gestasi mencapai 1,5 tahun (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Ada kecenderungan anak jenis rusa sambar yang berasal dari India dan Sri langka merupakan yang terbesar dan tertinggi (Awal et al., 1992, Lewis et al., 1990). Pada linkungan peternakan di Australia, rusa sambar betina dapat mencapai berat badan 228 kg (Anderson, 1984). Berdasarkan daftar merah yang dikeluarkan IUCN tahun 2007, rusa Sambar berstatus Lower Risk/Least Concern dan termasuk dalam spesies yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia.

Warna bulu rusa sambar umumnya coklat denganvariasinya yang agak kehitaman (gelap) pada yang jantan atau yang telah tua. Ekor agak pendek dan tertutup buluyang cukup panjang. Keadaan bulu termasuk kasar dantidak terlalu rapat. Pada daerah leher bagian lateral, bulu membentuk suatu surai/malai (mane). Perubahan warnabulu dari coklat cerah menjadi lebih gelap, khususnya padayang jantan dominan, sering terlihat bersamaan dengan

masuknya pejantan ke musim kawin (Semiadi, 2004pengamatan pribadi).

Rusa sambar memperlihatkan masa reproduksinya di tandai dengan tingkah laku yang lebih jinak dari pada dalam keadaan biasanya. Masa reproduksi pada rusa sambar betina terlihat antara bulan Juli hingga Agustus (Imelda, 2004). Selang beranak antara yang pertama dan kedua berjarak satu tahun dua bulan, sedangkan lama kebuntingannya adalah antara 250-285 hari (Ariantiningsih, 2000). Di zona temperate, musim kawin rusa white-tailed (Odocoileus virginianus) sangat dipengaruhi oleh iklim, akan tetapi ruminansia ini dapat kawin sepanjang tahun jika hidup di kawasan tropis (Li et al., 2001).

Habitat

Habitat yang disukai adalah hutan yang terbuka atau padang rumput dan hidup pada berbagai ketinggian mulai dari dataran rendah sampai daerah pantai hingga ketinggian 2600 m di atas permukaan laut. Pada semak belukar yang rapat, biasanya di gunakan sebagai tempat untuk berlindung dan bersembunyi (Ariantiningsih, 2000).

Koservasi

Konservasi sumber daya alam adalah kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan, rehabilitas, introduksi, pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan (Alikondra, 1990). Sedangkan menurut Salwasser (1994) konservasi yang paling sederhanaadalah menjaga dan melindungi sumberdaya alam untuk mencegah terjadinya kehilangan Suatu plasma nutfah. Pada perkembangan selanjunya, konservasi sumberdaya alam tidak hanya melindungi beberapa spesies hewan atau tumbuhan yang menghasilkan sesuatu bagi manusia, tetapi dilihat pula perbeda dan fungsi dari ekosistem yang ada, sehingga dapat melestarikan juga berbagai kehidupan yang lain, baik yang diketahui maupun yang dama sekali tidak diketahui (Meffe dan Caroll, 1994).

Dalam undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam Hayati dan Ekosistemnya, telah ditetapkan tiga prinsip dasar konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya, yang isinya adalah sebagai berikut :

· Perlindungan system penyangga kehidupan, yaitu dengan mengalokasikan kawasan konservasi baik pada pkawasan darat maupun kawasan peairan laut termasuk lahan basah.

· Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, yaitu pemanfaatan berdasarkan rasionalisasi dengan tolok ukur terhadap kesembiangan ekologinya (Sugandhy, 1995).

Pengelolahan satwa liar merupakan bagian dari upaya konservasi satwaliar. Menurut Alikondra (1990), konservasi satwaliar merupakan proses social yang bertujuan untuk memanfaatkan satwaliar dan memilihara satwaliar serta kelestarian produktivitas habitatnya. Upaya keberhasilan konservasi ini sangat ditentukan oleh peran serta penggolahnya dalam berbagai kegiatan konservasi, keadaan organisasi dan adminitrasi pengelolaan, jumlah dan kualitas tugas, peran serta masyarakat serta peraturan perundang-undangan

Alikodra (1990) menyatakan bahwa konservasi satwaliar meliputi dua hal penting yang harus mendapat perhatian, yaitu pemanfaatan yang hati-hati dan pemanfaatan yang harmonis. Pemanfaatan yang hati-hati berarti mencegah terjadinya penurunan produktifitas, bahkan menghindari sama sekali terjadinya kepunahan spesies. Sedangkan pemanfaatan yang harmonis, bersrti mempertimbangkan dan memperhitungkan kepentingan-kepentingan pihak lain, sehingga terjadi keselarasan dan keserasian dengan seluruh kegiatan baik local, regional maupun nasional bahkan dalam kaitannya dengan kepentingan konservasi satwaliar secara internasional

Rusa sambar (cervus unicolor) merupakan ruminansia endemik yang terdapat di propinsi Bengkulu yang populasinya terus cenderung menurun dan menjadi langka, ini dibuktikan dengan sulit ditemukannya spesies ini di daerah lain. Sebagaimana kita ketahui dengan terus meningkatnya penurunan populasi ini dan tanpa disertai upaya-upaya konservasi, maka akan menempatkan ruminansia endemik Bengkulu ini masuk dalam status terancam punah suatu saat nanti. Pada kawasan konservasi taman nasional kerinci seblat di propinsi Bengkulu rusa sambar menjadi ruminansia endemik yang dapat digolongkan sebagai plasma nutfah Indonesia yang populasinya terus menyusut dan cenderung langka (Putranto, 2008).

Sumber : Prov Bengkulu




10 November 2009

PELATIHAN BIOPORI





PELATIHAN BIOPORI UNTUK SISWA SD

PELATIHAN BIOPORI UNTUK KPA

PARA PENDIRI PETAKALA GRAGE

10 PENDIRI PETAKALA GRAGE ANGKATAN BABAK CARUBAN
BAHU MEMBAHU MEMBESARKAN PETAKALA GRAGE, TIDAK PEDULI DARIMANA KAMI BERASAL...













Soemarno M.TH 8 Juli 1957 Puncak Ciremai 13 Sept 1981


DIDIK Z. HANS (Lengkapnya Drs.Didik Z.Hans MM, sekarang menjadi Kepala Pusat Penelitian Geologi Kelautan Cirebon)


DEDDY MADJMOE (sekarang berprofesi menjadi tukang jamu tradisional dan mengelola kebun tanaman obat di halaman rumah)


Gouw Sutiawan














                                                                      Awih Zaenudin

IWAN UJANG, ENDANG, ANDRIES, DIDING, GOUW
Awih Zaenudin, sampai saat ini tetap menjadi seniman
Soemarno M.TH , saat ini beliau sebagai pelayan masyarakat

IWAN UJANG, saat ini setia berkendaraan sebagai kondektur bus
Drs. Endang Koswara "pitak", saat ini sebagai PNS di Pemda Majalengka
Andries "galieh", saat ini sebagai supir angkot
Diding, saat ini sebagai wiraswasta sukses
Ende Adjie, saat ini menjadi wiraswasta dan menikah dengan Saudara PG

DIKLATSAR ALAM BEBAS (DAB)








ANGKATAN TECTONA GRANDIS

05 November 2009

Rusa Liar dan Babi Hutan Serbu Perkampungan Penduduk

Oleh : Johan Pers

Perkampungan penduduk yang berlokasi tidak jauh dari hutan di sepanjang perbatasan Kab. Cirebon-Kuningan kini kerap kali didatangi kawanan rusa liar dan babi hutan. Penyerbuan kawanan hewan liar itu menandakan musim kemarau panjang di wilayah tersebut sudah sangat parah.
Berdasarkan pengamatan "MD", kemarau panjang membuat pohon di perbukitan mengering. Tidak adanya makanan bagi hewan yang biasa didapat di perbukitan mendorong satwa liar tersebut "turun gunung" dari daerah perbatasan wilayah Cirebon timur dengan Kuningan.
Selain tidak ada makanan, persediaan air di perbukitan juga habis. Mata air yang selama ini menjadi sumber bagi rusa dan babi hutan untuk melepas rasa haus juga telah mengering. Dalam seminggu ini terjadi beberapa kali penyerbuan kawanan rusa liar dan babi hutan alias celeng atau "bagong". Pemukiman yang menjadi sasaran bukan hanya yang berada di lembah perbukitan, tetapi juga sampai wilayah yang jauh dari perbukitan.
Seperti di Desa Kubangdeleg, Kec. Karangwareng, pemukiman penduduknya telah diserbu beberapa kali. Belum lama ini, sekawanan rusa masuk pemukiman penduduk, tiga diantaranya sempat dikepung. Dua ekor lolos, sedangkan satu ekor rusa tertangkap karena terperosok di sumur penduduk. Sebelumnya, sekawanan babi hutan lebih dulu masuk ke pemukiman penduduk pada malam hari.
Satu ekor diantaranya, berukuran cukup besar mati setelah tertabrak bus malam yang melalui Jl Raya Waled-Sindanglaut. Warga sempat mengira babi ngepet atau babi jadi-jadian, namun setelah diteliti, dipastikan hewan itu babi hutan yang terjebak di jalan raya dan tertabrak bus.
"Tidak hanya malam, kawanan hewan itu sering masuk pada siang hari. Kawanan itu bisa sampai pemukiman penduduk di Kubangdeleg yang jauh dari perbukitan," tutur Kuwu Kubangdeleg, H. Richyadi, akhir pekan kemarin.
Selain Kubangdeleg, perkampungan di lembah perbukitan paling sering diserbu kawanan hewan liar seperti di Desa Seuseupan, Kec. Sedong dan desa-desa di Waled. Bahkan pernah penduduknya, dalam sehari bisa menangkap tiga ekor rusa yang terpisah dari rombongan kawanan hewan itu.
Richyadi menuturkan, sering masuknya kawanan hewan liar menjadi pertanda kalau kekeringan sudah sangat parah. Hewan-hewan itu tidak akan masuk ke pemukiman penduduk bila di perbukitan masih ada air dan makanan.
"Kekeringan parah menjadi penyebab nekadnya kawanan hewan liar itu masuk ke pemukiman. Yang mereka serbu itu biasanya sumur atau ladang palawija," tutur dia.
Dituturkan, sepekan ini, warganya dicekam ketakutan. Sebab bila kemarau makin parah, hewan liar itu bisa masuk dalam jumlah besar, hewan-hewan itu juga bisa menyerang penduduk.
"Hewan itu sudah nekad sampai jauh masuk ke pemukiman. Ini karena ladang-ladang warga juga ikut kekeringan. Biasanya sasaran mereka ladang di lembah bukit. Namun karena ladang juga kering dan tidak ada tanaman yang hidup, hewan itupun nekad masuk ke pemukiman penduduk yang jauh. Saya minta penduduk waspada bila kawanan itu datang dalam jumlah besar," tutur Richyadi.




MENELUSUR GUA (CAVING)


Oleh : dr E Frank Touw

Gua sudah dikenal sejak zaman prasejarah. Hal ini mudah ditelusuri dari gambar-gambar di dalam gua yang pernah dihuni manusia prasejarah. Saat ini memasuki gua bisa sekedar rekreasi, hobi atau obyek penelitian. Dengantingkat kesulitan sangat rendah, seperti gua Jatijajar Jawa Tengah, sampai yang sulit dan memerlukan alat-alat dan keterampilan khusus.

Keselamatan dan keamanan memasuki gua sangat tergantung dari manusianya sendiri. Di Indonesia sampai saat ini belum ada tim rescue gua (cave rescue), sehingga bila ada kecelakaan digua sangat sulit menanganinya. Untuk itulah sebaiknya setiap penelusur gua menyadari kemampuan pribadi dan timnya. Kegiatan ini bukan merupakan kegiatan individual tetapi harus bersama tim.

Kemapuan juga harus ditunjang peralatanyang baik dan sering berlatih dengan orang yang terlatih. Untuk itu HIKESPI (Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia) telah membuat singkatan yang mudah kita hapal.


K emana Anda pergi memasuki gua, beritahu sanak saudara, teman: kapan pergi; kemana;dimana; kapan pulangnya.

E mpat orang adalah jumlah minimal yang dianggap aman untuk menulusuri gua. Apabila seorang mendapat musibah, satu menemani, dua keluar untuk mencari bantuan.

A lat-alat yang dibawa harus memadai dan setiap anggota tim memahami betul cara memakai setiap alat.

M
embawa tiga sumber cahaya, lengkap dengan cadangannya. Ini syarat mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar.

A jak selalu seorang yang telah berpengalaman dalam teknik menelusuri gua dan mengetahui dengan baik lingkungan gua.

N apas sesak dan tersengal-sengal merupakan pertanda gua penuh gas CO2, karenanya harus segera ditinggalkan.

A
kal sehat, keterampilan, persiapan matang, perhitungan yang tepat serta pengalaman menjadi pegangan penelusuran gua, bukan nasib atau adu keberanian/kenekatan.

N aluri keselamatan yang ada pada setiap manusia, harus dikembangkan dan diperhatikan, karena seringkali menjadi faktor pengaman yang ampuh.

KONSERVASI

Selain faktor manusia, juga keadaan gua itu sendiri. Sebab lingkungan gua banyak yang sensitif/peka, sehingga tidak bijaksana bila hanya memperhatikan faktor manusianya saja. Untuk menjaga keutuhan gua dan lingkungan hapalkan singkatan ini:

K epekaan gua dan lingkungan terhadap setiap bentuk pencemaran harus selalu diperhatikan setiap penelusur gua.

O toritas yang berwenag dalam konservasi alam hendaknya dihunugi untuk diajak bekerjasama.

N asihat para ilmuwan dan saran mereka senantiasa harus diperhatikan dan dijadikan nara sumber.

S umber daya air, biota, formasi dsan sedimen gua perlu dijaga kelestariannya.

E kologi didalam dan diluar gua erat hubungannya dan berada dalam keseimbangan dinamis.

R ehabilitasi kerusakan gua dan lingkungannya sangat mustahil dilakukan.

V andalisme sangat merusak gua dan ligkungannya, jadi harus secara aktif ditentang dan dihindari.

A mankan gua dan lingkungannya, agar terbebas dari coretan, kotoran dan sampah.

S adarkan semua pihak akan pentingnya sebagian besar gua sebagai sumberdaya alam yang perlu dilindungi.

I
nisatif ikut menjaga kelestarian gua dan lingkungannya, besar artinya bagi nusa, bangsa dan generasi yang akan datang.



Kedua pegangan diatas (KEAMANAN dan KONSERVASI) disertai peralatan memadai serta disiplin diri yang tinggi, akan membuat penelusuran gua menjadi menarik unuk dilaksanakan. Tapi setiap kecelakaan, sudah merupakan kegagalan dalam menikmati penelusuran gua.

PERALATAN


Seperti kegiatan dialam bebas, peralatan dapat dibagi atas perelengkapan pribadi dan tim. Sifat gua apakah horizontal atau vertikal masing-masing menuntut peralatan yang sedikit berbeda.

Perlengkapan Pribadi
: helm, lampu, coverall, sepatu, kantung perlengkapan, harnes dada, harnes duduk, carabineur, descendeur, ascendeur, croll, sarung tangan, tempat air minum,peluit,kantung tidur, makanan, buku catatan disimpan dalam kantung yang kedap air.

Perlengkapan Tim
: tackel bag, tali, lat masak/alat makan, survival kit, alat pemetaan, alat dokumentasi, alat rock climbing dan kotak P3K.

bersambung......

04 November 2009

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA



Profil Hikespi

Visi dan Misi

Hikespi didirikan untuk menampung, membina, menyuluh, meningkatkan mutu, serta mengkoordinir kegiatan-kegiatan dalam bidang speleologi di Indonesia.

Mengembangkan pengertian dan kesadaran akan perlunya gua dan lingkungannya dilindungi, serta secara aktif berusaha untuk melestarikannya.

Mengembangkan ilmu dan profesi speleologi di Indonesia, dengan dasar kode etik dan moral speleologi.

Hikespi menjadi wadah pusat informasi di bidang speleologi

Aktifitas

Dalam rangka meningkatkan mutu di bidang Speleologi, maka HIKESPI secara berkala akan mengadakan kursus teknik penelusuran gua, tingkat dasar, lanjutan, asisten instruktur dan instruktur serta kursus-kursus ilmiah (tematik) yang berkaitan dengan speleologi. Telah berpengalaman dan dimulai sejak tahun 1983.

Bentuk aktifitas berupa kegiatan mengidentifikasi aneka nilai gua dan karst diwujudkan dalam ekspedisi, eksplorasi, dan latihan gabungan yang menekankan pada azas konservasi. Bagi masyarakat awam kegiatan berupa penyuluhan melalui seminar, workshop dan program pemberdayaan masyarakat.

Kerjasama

Untuk melaksanakan kegiatannya sesuai dengan visi dan misi maka HIKESPI secara aktif menjalin jaringan kerjasama yang luas dan merata. Telah bekerjasama dengan berbagai Instansi pemerintahan, bidang Lingkungan Hidup, Pariwisata, Kehutanan, Energi dan Sumber Daya Mineral Puslitbang Geologi, Puslitbang Biologi, pejabat Pemerintah Daerah Tingkat I dan II, Badan SAR Nasional.

HIKESPI bekerja sama dan menjalin afiliasi dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang Speleologi antara lain LKI (Lembaga Karst Indonesia), YSM (Yayasan Speleologi Makasar), ASC (Acintya Sunyata Speleoclub). Juga menghimpun Organisasi Pecinta Alam yang mengembangkan kegiatan speleologi.

Untuk meningkatkan mutu dan bertukar informasi dijalin kerjasama dengan Federasi Speleologi mancanegara Belgia, Prancis, Inggris, Australia, Jerman, Amerika, Swiss, Norwegia, Belanda.

Sejarah HIKESPI

Pada akhir bulan Maret 1983, beberapa peminat kegiatan penelusuran gua dari Yogyakarta, Malang, dan Bogor beritikad untuk membentuk organisasi yang tujuan utamanya ialah perlindungan / pelestarian gua-gua di Indonesia. Sejak itu pula dihayati bahwa tidak mungkin gua-gua dilindungi hanya berlandaskan eksplorasi yang membutuhkan peralatan, tehnik dan keterampilan menelusuri gua saja. Wajib sekali menguasai aneka ilmu yang terkait dalam Speleologi dan Karstologi.

Itu sebabnya mereka berkumpul di rumah Dr Robby K.T. Ko untuk menyusun programa pelatihan tehnik serta pendidikan aneka ilmu terkait. Mereka sadar bahwa untuk menyebarluaskan baik tehnik maupun ilmu harus dimulai dengan menguasai dulu dengan sempurna tehnik dan ilmu oleh para peminat tersebut.

Dr Robby K.T. Ko dipercayai mereka menyelenggarakan kursus speleologi yang komprehensif sebagai instruktur tunggal, karena baru pulang dari Perancis, diundang melakukan observasi pada Pusat Pendidikan Tehnik Caving di Vercors yang diselenggarakan oleh Federtion Francaise de Speleologie dan dari Inggris, diundang untuk mengajar di Sekolah Pendidikan Caving di Whernside Manor, yang diadakan oleh British Cave Research Association. Dr R.K.T. Ko adalah anggota dari ke dua organisasi tersebut.

Maka Dr. Ko bersedia mengadakan kursus pertama dan sejak itu rumahnya dijadikan Pusat Pendidikan dan Dokumentasi Speleologi Indonesia. Kursus diadakan dari tanggal 1 April 1983 sampai dengan 10 April 1983, dengan praktek lapangan di Gua Pawon selama dua hari, yang di bahas ialah semua tehnik SRT termasuk Cave rescue dan dasar – dasar Cave Diving, dan ilmu-ilmu terkait, mulai dari Introduksi Speleologi dilanjutkan geologi, hidrologi, biospeleologi, speleogenesis, konservasi karst dan gua, fotografi dan pemetaan gua. Kursus ini dinamakan Klinik Speleologi.

Yang mengikuti kursus ialah Hiapy Suryakusumah, Muksin Hidayat dan Herman Harminggana, Nilanto Perbowo, Gono Semiadi (Malang), Awey Suwesta, Eddy Bratawijaya, Pingkan Jans, Mira Basuki, Anggawati Suryadi (Bogor) dan Iwan Baskoro (Siek Liang Swan) (Yogyakarta).

Pada tanggal 21 Mei 1983, berkat hubungan baik dnegan Pemerintah Daerah Cilacap dan Dinas Pariwisata Jawa Tengah. Dr Ko diundang untuk meninjau potensi turisme di Cilacap secara umum, dan turisme gua secara khusus. Untuk mendampingi Dr Ko, disusunlah suatu team lulusan kursus speleologi bulan April 1983 diperkuat oleh dua pegawai Direktorat Jendral Pariwisata.Team yang tersusun ialah: Dr Ko sebagai pemimpin dan anggotanya : Drs Maryatmo dan Akyaruddin BA (Ditjen Pariwisata), Poerwoko SH (Diparda Jawa Tengah), Marsono SH (Kanwil Parpostel Jawa Tengah) dan para alumni Klinik Speleologi : Muksin Hidayat, Herman Harminggana, Iwan Baskoro, Anggawati SuryadiM, Drs Suyanto.

Pada malam hari tgl 22 Mei 1983, di Hotel Delyma Cilacap, telah diadakan pertemuan para mantan peserta klinik Speleologi dengan arahan dari Drs Maryatmo dan Akhyarudin BA, tanpa dihadiri oleh Dr Ko. Keesokan harinya tgl 23 Mei 1983 mereka dirikan Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia (HIKESPI) di kalangan internasional Federation of Indonesian Speleological Activities (FINSPAC) dan memilih Dr R.K.T.Ko menjadi Ketuanya.

Dengan demikian HIKESPI berdiri setelah para pendirinya mengikuti Kursus tingkat Klinik Speleologi. Dengan mengadakan aneka kursus Speleologi sesudahnya, maka ilmu speleologi dan tehnik caving diharapkan tersebar di Indonesia, tidak terbatas pada para penggiat di alam, tetapi juga diadakan untuk birokrat dan para ilmuwan.

Seiring berjalannya waktu Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia yang berpusat di Buena Vista Jalan Babakan 11 Tugu Utara, Cisarua Bogor, semakin mempunyai jaringan yang luas dan merata. Bekerjasama dengan berbagai instansi pemerintahan; bidang lingkungan hidup, Pariwisata, Kehutanan, Energi dan Sumber Daya Mineral, Puslitbang Geologi, Puslitbang Biologi, Pejabat Pemerintah Daerah Tingkat I dan II, Basarnas serta organisasi Pecinta Alam dan LSM yang bergerak di bidang Speleologi.

HIKESPI merupakan anggota Union Internationale de Speleologie (IUS) dan organisasi yang bersifat profesi dan keilmuaan yang terdaftar di Lembaga Ilmu Pengetahuan indonesia (LIPI), berafiliasi dengan Departement of Speleology Education International Union of Speleology.

HIKESPI di dalam kegiatannya telah melahirkan lulusan dan pemerhati yang banyak diantaranya kini menempati eselon atas birokrasi dan menjadi ilmuwan atau dosen yang secara konsisten menyebarluaskan arti karst dan gua untuk nusa dan bangsa.

Dies Natalis HIKESPI ke 22 tanggal 21 – 23 Mei 2005 talah membawa perubahan di kepengurusan HIKESPI, dengan mundurnya Dr R. K T. Ko dari jabatannya sebagai Ketua HIKESPI. Melalui proses pemilihan oleh Dewan Formatur terpilihlah Ir. Cahyo Alkantana. M.Sc menjadi ketua Himpuan Kegiatan Speleologi Indonesia periode selanjutnya.

FINSPAC
administration

Address:
Jalan Kenekan 18 Panembahan Kraton
Yogyakarta
DIY
Indonesia

E-mail: finspac@yahoo.comThis e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it
Telephone: +6281227931935

03 November 2009

FEDERASI PANJAT TEBING INDONESIA

Federasi Panjat Tebing Indonesia ( FPTI ) didirikan pada tanggal 21 April 1988 di Jakarta dengan ketua pertamanya adalah Harry Suliztiarto. FPTI adalah adalah satu-satunya badan/wadah yang mengkoordinir dan membina kegiatan panjat tebing di Indonesia. FPTI merupakan pendamping pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan olahraga panjat tebing.


Pengurus Pusat FPTI saat ini membawahi 30 Pengurus Daerah ( Pengda ) yang membawahi 237 Pengcab FPTI di Tingkat Kabupaten dan Kota.


FPTI untuk tingkat internasional merupakan anggota dari UIAA (Union Internationale des Associations d’Alpinisme) sejak 1992, AFSC Asian Federation of Sport Climbing) sejak 1993. UIAA merupakan anggota IOC (International Olympic Committe) sejak 1995, SEACF ( Southeast Asia Climbing Federation ) sejak tahun 1996, IFSC ( International Federation of Sport Climbing ) sejak tahun 2007.


Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI)
Member of the UIAA since 2004

Jl. Rindang No. 39 Cipedak, Jagakarsa
Jakarta Selatan, 12930 Indonesia
Phone: +62 217 863 37
Fax: +62 217 875 072
Email: head.office@fpti-climbing.org
Website: www.fpti-climbing.org
President: May Gen. Rasyid Qurneun Aquari.SIP.MSc




ORGANISASI UIAA





Organisation :

UIAA Organisation chart

Click on the image to get a closer view.

Every year our member organisations come together at the General Assembly. The General Assembly makes the decisions concerning the UIAA’s role, its activities and its budget. It elects the President, the Executive Board and members of the Management Committee.

The President is the UIAA’s representative to the world and chairs all meetings of the General Assembly, the Management Committee and the Executive Board.

The Executive Board is elected for a four-year period and consists of the President, Vice-President, Secretary General, Treasurer and three other members. Together they carry out the decisions made by the General Assembly, control finances and supervise the commissions and the office staff.

The Management Committee is elected for a four-year period and consists of the Executive Board, representatives from the five largest member associations, one representative from each continent and three to five representatives elected by the General Assembly. It makes recommendations to the General Assembly on matters such as budgets and admission/expulsion of member associations. In addition it creates and dissolves the commissions and assigns them responsibilities.

The Commissions consist of members with special expertise in a particular field of mountaineering. They give advice to the Management Committee and the General Assembly, as well as giving information and recommendations to all members. The commissions are: Access, Medical, Mountain Protection, Mountaineering, Safety and Youth.

The Auditors are responsible for auditing the UIAA’s accounts. They report in writing to the General Assembly.

The Court decides in conflicts of competence and other possible disputes between the UIAA, its members and bodies.

The International Commission for Ice Climbing Competitions (ICICC) is the sports body responsible for the administration and development of all aspects of the new international Competition Ice-climbing sport. Since 2004 it has organised World Championships in addition to the established international and continental competitions.

Those who compete in the sport must adhere to the rulings of the following commissions:

The Anti-Doping Commission assists Member Associations in implementing the World Anti-Doping Code (WADA code), and is responsible for the application of the code in the organisation of our competition sports activities.

The Disciplinary Commission deals with violation of UIAA competition rules.

The Appeals Commission hears appeals from athletes who have been found guilty in a disciplinary case or who wish to contest competitions results or judges’ rulings.

Office staff
The UIAA has an administrative office in Bern, Switzerland which supports the work of the elected volunteers.

Management Committee :

The Management Committee came into being with the new Articles of Association on January 1, 2008. Its functions are described in the Articles of Association.

The Management Committee is responsible for implementing all the policy directives and decisions made by the General Assembly. This includes in particular:

a) to prepare the agenda of the General Assembly;

b) to prepare the annual accounts (consisting of the profit and loss statement and the balance sheet);
c) to make recommendations to the General Assembly about:
1. the long-term strategies of the UIAA;
2. regulations and rules to be decided by the General Assembly;
3. the admission and expulsion of member associations;
d) to decide upon the creation and dissolution and the tasks of Commissions and appoint a President of each Commission upon recommendation of the Commission itself;
e) to recommend any proposed changes to these Articles of Association;
f) to make recommendations on the terms and conditions of contracts to be concluded with third parties;
g) to decide on membership issues between General Assemblies;
h) to decide the official means of information of the UIAA.

The current members are:

Georges Elzière FRA
Joan Garrigos i Toro ESP
Frank-Urs Müller SUI
Roland Magg RSA
Homayoun Bakhtiyari IRI
John Nankervis NZL
Mark Richey USA
Michael Pupeza ROU
Dimitris Georgoulis GRE
Doug Scott GBR
Fumio Tanaka JPN
Frits Vrijlandt NED
Stefano Tirinzoni ITA

Executive Board

President Mike MORTIMER was born in the UK, raised in Southern Africa and is a Canadian citizen living in Calgary, Alberta. A former president of the Alpine Club of Canada, he was the Canadian delegate from 1995 and a member of the UIAA council from 2004 to 2006. He has been involved with mountain safety for the last 25 years, in both a retail and volunteer capacity.
Vice President Jordi COLOMER comes from Barcelona. He has been a member of the UIAA’s Expedition and Mountaineering commissions and was the president of the International Ski Mountaineering Committee from 1999 to 2007.

Treasurer Jan BØNDING lives in Copenhagen. He was on the board of Dansk Bjergklub for a total of 21 years, including ten years as president. He was the Danish delegate to the UIAA from 1994 until he was elected Secretary General in 2004.

Secretary General Nico de JONG was the first president of the merged Dutch federation, the Mountaineering and Climbing Association of the Netherlands, from 1998 to 2002. He was a member of the UIAA Council for seven years and is active in many sports including ski mountaineering and mixed rock/ice climbing.
Member Peter FARKAS comes from Hungary and has also lived in Australia, where he did several first ascents. He was a member of the Hungarian Youth National Team and is the vice president of the Hungarian Mountaineering and Sport Climbing Federation. His favorite area is the Elbsandstein "where climbing is still an adventure".
Member Rita Christen comes from Switzerland. She is a lawyer and works for a regional administrative court, for the executive board of the working group, Expertise in the event of mountain accidents (EMA), and for the commission on mountain sports in canton Graubünden. She is also a professional mountain guide, a yoga teacher and a mother of two boys.
Member Silvio Calvi lives in Bergamo, Italy, where he has his own architecture and engineering office. He was president of the Bergamo section of the Italian Alpine Club (CAI) and chairman of the CAI's Central Committee for five years. He has represented the CAI in the UIAA and the Club Arc Alpin (CAA) since 2006 and has worked for the UIAA as chairman of the working group for the reform of the statutes.

Commissions :

The Commissions consist of members with special expertise in a particular field of mountaineering. They give advice to the Management Committee and the General Assembly, as well as giving information and recommendations to all members. The commissions are:


Office staff :

Judith

Judith Safford is the UIAA's Executive Director. She was born in London and started mountaineering after moving to Germany, where she studied Business and Economics and completed a PhD in Public Finance. She has also completed training in management for non-profit organisations, intercultural communication, mediation and other communication techniques.

Valérie Thöni is the UIAA's Administration Officer. She is Swiss and French, and made her first mountaineering experiences in Chamonix. She studied international law and worked in administration, fund raising and public relations for the UN and various NGOs. Her main duties are assisting the Executive Director, taking care of the daily office tasks and administering the Safety Label.
Gurdeepak Ahuja Gurdeepak Ahuja is engaged in the development of the UIAA Safety Label. From Chandigarh, India, he obtained post-graduate training in Business Management from the IMDR in Pune, India and a Masters degree in Sports Management from the AISTS in Lausanne, Switzerland. He learnt about mountaineering at the Nehru Institute of Mountaineering in Uttarkashi, India and is also a passionate mountain biker.
Dale Bechtel, who has a dual Swiss-Canadian citizenship, is the Web Editor. He was a broadcast journalist before becoming a dedicated web editor specialising in alpine tourism. He launched his internet career with a multimedia re-enactment of a 19th century mountaineering expedition. Dale is responsible for the editorial and communications policy of the UIAA website as well as content.
Cristina Manof Cristina Manof is our Webmaster and she is based in the Romanian capital, Bucharest. Her job is to look after the day-to-day running of the website content and development. A passionate climber and backpacker she is involved in various mountaineering activities in Romania with the national federation and the UIAA Ice Climbing World Cup. Cristina’s skills are in web-based marketing and publication.
Alex Paun Alexandru Paun is also a UIAA Webmaster based in Bucharest. His job is to look after website maintenance (IT) and development. A climber, he is actively involved in mountaineering activities in Romania with the national federation and the UIAA Ice Climbing World Cup. Alex's skills are in web programming.
Cara Shields is originally from Ireland and is a part-time Web Journalist. She has a degree in Multimedia and has experience in marketing. She writes news articles and edits content for the UIAA website and also works for an NGO in Geneva. She discovered alpinism while working at the International Scout Centre in the town of Kandersteg in the Bernese Alps.

Judith

Heidi Hagemeier is a freelance journalist who writes for the UIAA website. Raised in the western United States, Heidi grew up backpacking, skiing and climbing in the Rocky Mountains. She worked at newspapers in the US as a reporter and editor, handling stories as varied as the reintroduction of wolves in Yellowstone National Park to a man who flew 300 kilometres in a lawn chair tied to helium balloons. She now lives in Bern.

Esprit de corps : DISIPLIN,GIGIH DAN BERANI HIDUP Esprit de corps : DISIPLIN,GIGIH DAN BERANI HIDUP Esprit de corps : DISIPLIN,GIGIH DAN BERANI HIDUP Esprit de corps : DISIPLIN,GIGIH DAN BERANI HIDUP
Ad
Ad