Hapuslah air matamu Ibu Pertiwi
Biarkan kami yang bermandi peluh,
bermandi debu dan bermandi lumpur
Biarkan kami yang akan menggendong duka dan laramu
Biarkan kami yang akan memikul semua ini

Tetap Semangat Wahai Anak Bangsa !!!
SEPERTI BURUNG ELANG,
JIKA INGIN TERBANG AKAN BELAJAR TERUS MENERUS SEBELUM BISA MENEMBUS ANGKASA RAYA...
ITULAH PG dan juga para PETUALANG SEJATI

25 Oktober 2010

Terusiknya Keantengan Maneungteung


TAK banyak yang tahu jika di dasar Sungai Cisanggarung terdapat gua alam yang salurannya hingga ke tengah laut. Posisi gua itu berada persis di depan Bukit Maneungteung Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon. Namun sayangnya, gua alam itu terkubur sedimentasi akibat pengerukan Bukit Maneungteung. Gua itu terkubur hingga kedalamannya mencapai dua ratus meter.
Padahal, di dalam gua itu diyakini terdapat nilai-nilai yang patut diketahui manusia. "Maneungteung dan Cisanggarung merupakan kawasan karet yang dibentuk manusia sebagian saja Lebih banyak sudah terbentuk alam. Seperti gua di dasar Cisanggarung, saya yakin gua itu memiliki banyak fungsi. Jika ditelusuri, saluran gua itu menembus ke laut, karena itu kawasan karst," tutur Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Petakala Grage Deddy Madjmoe.
Sayangnya, Bukit Maneungteung yang selama ini anteng dan jauh dari tangan-tangan usil, kini terusik. Keunikan kawasan kars itu telah rusak. Sudah sekitar dua ratus hektare lahan yang merupakan bagian kawasan karst hancur karena galian. Hingga kini belum ada penelusuran soal gua dasar sungai itu. Padahal, gua itu berfungsi juga sebagai penyeimbang alam, menyalurkan jalannya air, menjaga sistem hidrologi. "Sayang sekali kalau rusak, dampaknya bisa ke laut, saya sangat yakin," katanya lagi.
Memang timbunan pasir dan lumpur yang menutup gua bisa digali. Namun, upaya-itu berisiko pada terjadinya longsor. "Kalau digali bisa, tetapi riskan karena sudah ada perubahan struktur," kata dia lagi.Selain soal gua alam, di Bukit Maneungteung juga terdapat 32 jenis tanaman langka seperti pule, beringin, picung, dan tanaman langka lainnya. Terdapat juga binatang-binatang yang harus dilindungi seperti tenggiling, landak, burung pentet, cerucuk, sangkurilang, elang hitam, berontak, elang tikus, dan binatang langka lainnya.
"Seluruh jenis elang dilindungi, setelah Bukit Maneungteung digali, mereka pindah. Ada yang beberapa burung-burung seperti raja udang yang tinggal di bukit dengan memanfaatkan celah-celah tebing. Burung walet pun mulai tampak memanfaatkan celah-celahnya. Mereka akan terusir jika tempatnya itu rusak," katanya lagi. EMPAT pengusaha galian C di Kabupaten Cirebon yang dituding telah melakukan perusakan terhadap Bukit Maneungteung. Mereka telah melakukan pengerukan hingga bukit itu menjadi tebing curam dengan kemiringan 70-80 persen. Empat perusahaan yang dituding telah merusak lingkungan itu yakni CV Lancar Jaya Mandiri Abadi (LMA), CV Family Jaya, CV Anugerah, dan CV Papua.
Direktur Yayasan Buruh dan Lingkungan Hidup (YLBH) Wilayah Cirebon Yoyon Suharyono menegaskan, kerusakan di areal Bukit Maneungteung sudah sangat parah. Oleh karena itu, harus ada tanggungjawab dari para pengusaha. Penggalian Bukit Maneungteung dengan dalih kepentingan nasional projek tol Kanci-Pejagan tidak bisa dibenarkan. Seharusnya pengusaha bisa mencari tempat lain yang lebih layak untuk digali.
Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Iwan Rizki pernah mengemukakan, pihaknya tidak pernah berkompromi dalam menyikapi adanya penggalian tanpa dilengkapi perizinan. Oleh karena itu, begitu mendapat informasi Bukit Maneungteung dijadikan lokasi galian C, ia langsung mengecek kebenaran kabar tersebut. "Kami mencatat penggalian pertama kali dilakukan pada November 2008. Material tanah uruk dikirim ke lokasi projek jalan tol Kanci-Pejagan. Kami terus melakukan koordinasi dengan Satpol PP yang akhirnya pada 2 Maret dilakukan penutupan," tutur Iwan.
Fakta di lapangan terungkap terjadi pe-nambangan tanpa dilengkapi surat izin. Ia menilai jika kerusakan pascapenam-bangan tidak dilakukan perbaikan, risiko terjadinya longsor akan jauh lebih besar. "Kami telah memprediksikan Bukit Maneungteung yang dekat dengan irigasi dan jalan provinsi bisa terkena longsor. Oleh karenan itu, kami melobi pengusaha agar melakukan reklamasi," ujar Iwan.
Adapun dasar reklamasi setelah Badan Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat mengirimkan surat kepada Bupati Cirebon dengan Nomor 660/641/III/2010 25 Februari 2010 tentang Pemulihan Kerusakan Lingkungan di eks Penambangan Galian C Maneungteung. "Kami disarankan agar mengundang pengusaha yang melakukan eksploitasi di Bukit Azimut dalam rangka mediasi penanganan pemulihan lingkungan," ujarnya.Sementara itu, Deddy Majmoe menduga ada permainan di kalangan pemegang kebijakan sehingga walau tidakada izin resmi, galian C tetap beroperasi. Namun, yang terpenting sekarang ini penanganan pas-capenambangan karena faktanya telah terjadi kerusakan di Azimut
"Sebagai masyarakat yang memiliki kepedulian atas masalah Azimut hanya meminta agar reklamasi dilakukan secara benar. Tanaman khas yang berjumlah 32 tanaman yang ada di sana harus ditanam ulang karena keberadaannya tani sudah tidak ada. Kalau sampai tidak ditanam ulang, kami akan menuntut secara hukum," kata Deddy.Deddy menyebutkan, Bukit Azimut lebih tepatnya dijadikan lokasi wisata lingkungan karena kaya dengan aneka tanaman unik dan satwa langka. "Harus ada usaha yang serius agar minimalnya tanaman jenis langka bisa tetap hidup. Kemudian satwa yang sempat meninggalkan bukit kembali datang. Kita tidak usah jauh-jauh ke laut karena di Bukit Azimut banyak terdapat fosil hewan laut," tuturnya. (Alif Santosa/TCC")*"
Info : Pikiran Rakyat 

Tentang Maneungteung

Dari Fosil Purba Moluska Hingga Keramik Kuno

BUKIT Maneungteung yang berlokasi di pinggir jalan perbatasan Cirebon-Kuningan atau tepatnya di Desa Waled Asem, Kecamatan Waled menyimpan banyak cerita masa lalu. Di bukit setinggi 60 meter dari permukaan laut dengan luas 15 hektare itu ditemukan sejumlah fosil binatang purba, terumbu karang, hewan laut serta artefak berupa keramik-keramik peninggalan kerajaan. Namun sayangnya, bukit itu telah rusak, 5 hektarenya hancur akibat dikeruk dengan dalih kepentingan projek tol Kanci-Pejagan.
Jika dilihat dari fosil, moluska, dan terumbu karang yang ditemukan, jutaan tahun yang lalu Maneungteung merupakan kawasan laut. Betapa tidak, biota laut yang terkubur di dalam bukit, pascaberoperasinya galian C di sana menjadi berserakan. Beberapa biota laut yang ditemukan seperti kerang kinjeng, tulang ikan, dan tulang binatang-binatang purba semuanya ditemukan tercecer dan menjadi koleksi benda antik di rumah-rumah warga. Ada pula warga yang tidak tahu mengganggap fosil temuannya itu hanyalah batu biasa dan dibuang begitu saja.
Benda-benda bersejarah itu pertama kali terkuak setelah Lembaga Swadaya Masyarakat Petakala Grage melakukan observasi. Jika digali lebih dalam lagi, Maneungteung bisa mengungkap sejarah-sejarah yang bernilai dahsyat. "Banyak peradaban di Maneungteung dari masa ke masa dan setiap masa meninggalkan bekas. Mulai dari kehidupan purbakala seperti ditemukannya fosil binatang purba. Peradaban kerajaan masa lalu dengan ditemukannya keramik antik mulai dari piring, guci, patung monyet, dan benda-benda unik lainnya. Semen-tara yang berhubungan dengan perlawanan terhadap Belanda, di sana ditemukan bungker yang dibuat sebagai tempat persembunyian. Maneungteung menjadi daerah strategis berperang melawan Belanda," tutur Ketua LSM Petakala Grage Deddy Madjmoe.
KERAJAAN Purwasanggarung sendiri konon berjaya di tahun 300 masehi di era kekuasaan Kerajaan Tarumanegara. "Jika dilihat dari barang-barang yang kami temukan yakni piring, gelas, guci, tempayan, dan barang-barang lainnya bisa jadi Maneungteung sebagai pusat kerajinan dan perdagangan. Dugaan itu juga didukung dengan fungsi Sungai Cisang-garung. Saat itu Cisanggamng menjadi jalur transportasi utama dan lokasi penyeberangan-nya terpusat di sana," tuturnya lagi.
Namun jika dilihat dari gua-gua di atas Bukit Maneungteung, Deddy Madjmoe menduga gua itu mulai dibangun di masa perlawanan terhadap Belanda. "Tidak hanya di Maneungteung, juga di Azimut, Ciuyah Kuningan, Gunung Tiga, dan bukit-bukit di sana. Di Azimut bahkan ada tugu sebagai simbol perlawanan terhadap Belanda," katanya lagi.
Deddy pun menunjukkan sejumlah temuannya itu, salah satunya fosil tulang-belulang yang diduga tulang binatang purba. Namun, ia belum mengetahui tulang itu merupakan jenis binatang purba seperti apa. Ia juga belum melaporkan hasil temuannya itu ke Balai Arkeologi. "Saya yakin tulang ini ada sambungannya, tetapi sayang, karena bukit ini dikeruk dengan backhoe, rangkaian tulang itu menjadi tidak utuh lagi," tuturnya.
Oleh karena itu, jika dilihat dari kekayaan sejarah yang ditinggalkan, Maneungteung sangat tepat dijadikan sebagai kawasan pendidikan dan penelitian bagi guru-guru sejarah, geografi, dan sebagainya. Temuan di Maneungteung bisa diterapkan dalam muatan lokal di sekolah lanjutan maupun menengah. Jadi tidak perlu jauh-jauh ke kedalaman laut. Cukup ke Maneungteung, kita sudah bisa menemukan kehidupan laut seperti terumbu karang dan hewan laut lainnya," katanya.
Pemerintah daerah harus bergerak mengambil langkah pengamanan terhadap Bukit Maneungteung. Selain menyimpan pengetahuan sejarah untuk ditularkan kepada generasi mendatang, Bukit Maneungteung juga merupakan kawasan karet. Di bukit itulah adanya sumber air karena sebagai tempat resapan air. Oleh karena itu, jika bukit itu habis dikeruk, tinggal menunggu bahaya kekurangan air. "Solusinya, bidang konservasi, harus merekondisi ulang. Minimal ada perbaikan kecil, jangan sampai terjadi bencana yang lebih besar," ujarnya menambahkan. (Alif Santosa/TCC)***
Info : Pikiran Rakyat
Esprit de corps : DISIPLIN,GIGIH DAN BERANI HIDUP Esprit de corps : DISIPLIN,GIGIH DAN BERANI HIDUP Esprit de corps : DISIPLIN,GIGIH DAN BERANI HIDUP Esprit de corps : DISIPLIN,GIGIH DAN BERANI HIDUP
Ad
Ad