Yogyakarta, Kompas - Perluasan radius bahaya erupsi Gunung Merapi hingga 15 kilometer dari puncak Merapi pascaerupsi eksplosif, Rabu (3/11) petang, telah memicu gelombang pengungsian besar-besaran, mencapai lebih dari 100.000 orang.
Besarnya jumlah pengungsi diduga kuat dipicu peristiwa erupsi eksplosif Merapi sepanjang hari Kamis yang disertai semburan material vulkanik vertikalnya mencapai ketinggian 6,5 kilometer.
Pada saat Merapi kemarin meletus, Gunung Semeru (3.676 meter) di Lumajang, Jawa Timur, pukul 06.15 juga mengalami erupsi eksplosif, dengan mengeluarkan awan panas berjarak luncur 4.000 meter. Namun, status gunung tertinggi di Pulau Jawa itu masih tetap Waspada dan semalam kondisinya kembali normal, tidak menyemburkan lava panas. ”Hari ini turun hujan, tetapi tidak deras, sedangkan pengamatan ke puncak gunung masih kurang sempurna karena diliputi kabut,” kata Suparno, petugas pengamatan Gunung Semeru di Desa Sumber Mujur, Candipuro, Lumajang.
Hingga berita ini diturunkan, total jumlah pengungsi di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta berjumlah 100.954 orang.
Pemerintah daerah kewalahan menampung jumlah pengungsi yang begitu banyak. Meskipun sejumlah kantor pemerintah, gedung sekolah, dan beberapa gedung lain digunakan untuk menampung pengungsi, tetap saja ada pengungsi yang tidak kebagian tempat. Mereka terpaksa berdesak-desakan.
Barak Pengungsian Wukirsari, Cangkringan, misalnya, pada Kamis menampung 8.198 orang, atau empat kali lipat dari jumlah ideal kapasitas bangunan, 2.000 orang. Tambahan pengungsi merupakan limpahan dari dua barak pengungsian yang sejak Rabu malam dikosongkan, yaitu barak Kepuharjo dan Umbulharjo.
Di Klaten, pemerintah daerah setempat sudah memanfaatkan sejumlah balai desa sebagai barak pengungsi.
Warga yang tidak tertampung di balai desa untuk sementara mengungsi di masjid. Karena tidak bisa terus berada di masjid, Kamis siang, banyak pengungsi yang terpaksa duduk beralaskan tikar di tepi jalan dekat masjid. ”Semalam kami tidur seadanya di emperan dan dalam masjid,” kata Siswo Rahardjo, warga Dusun Wukirsari, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, yang mengungsi ke Desa Ngemplakseneng.
Di Boyolali, banyak pengungsi tidak tertampung sehingga hanya bisa berteduh di selasar gedung perkantoran ataupun bangunan lain. Sebagian besar pengungsi terpantau menyebar di Kompleks Kantor Bupati Boyolali, aula Gedung DPRD, gedung olahraga, kantor kecamatan di Cepogo dan Ampel, serta sejumlah balai desa di Kecamatan Musuk.
Mereka sebagian merupakan pengungsi baru, atau pengungsi dari Lapangan Samiran Selo yang direlokasi ke lokasi lebih aman karena berada 4,5 kilometer dari puncak Merapi.
Tambah barak dan logistik
Untuk menampung tambahan pengungsi, Pemerintah Kabupaten Magelang menyiapkan 19 lokasi pengungsian baru. Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Penanggulangan Bencana Kabupaten Magelang Eko Triyono mengatakan, hingga Kamis malam, selain 19 lokasi tersebut, pihaknya berupaya mencari dan mendata tambahan lokasi untuk tempat pengungsian.
Membeludaknya pengungsi tersebut berdampak pada semakin terbatasnya persediaan logistik bagi pengungsi.
Logistik di Barak Wukirsari dan Glagaharjo, Sleman, kemarin sudah makin menipis. Namun, Komandan Penanganan Bencana Merapi di Sleman, Widi Sutikno, mengatakan, persediaan logistik masih cukup hingga sepekan ke depan.
Pengungsi Desa Ngemplakseneng, Kecamatan Manisrenggo, Klaten, terpaksa kembali ke rumah mereka untuk mengambil makanan yang tersisa, karena kekurangan jatah makan.
Kekurangan jatah makan membuat pengungsi protes kepada Camat Kemalang Suradi yang meninjau pengungsian. Suradi pun langsung memerintahkan sukarelawan untuk mengambil nasi bungkus di pos pengungsian akhir di Keputran, Kemalang.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta Subandriyo mengatakan, sejak Rabu hingga Kamis sore rentetan awan panas terus terjadi tanpa henti.
Jarak luncuran awan panas terjauh, hingga Rabu malam, telah mencapai 9 kilometer (km). Dalam sejarah erupsi Gunung Merapi, jarak luncuran awan panas terpanjang pernah mencapai 12 km,” ujarnya.
Hujan abu tebal terus turun di Yogyakarta, Magelang, hingga ke Banyumas. Hingga kemarin malam hujan abu bercampur pasir masih mengguyur Magelang.
Presiden
Di Jakarta, dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Kamis, Presiden mengimbau penduduk di sekitar lereng Gunung Merapi tetap berada dalam pengungsian, dan jangan mencoba kembali ke rumah mengingat radius bahaya pascaerupsi diperluas dari 10 km menjadi 15 km.
Presiden Yudhoyono meminta agar aparat keamanan dan pemerintah di DIY dan Jateng untuk memaksa warga yang masih terus bertahan di sekitar lereng Merapi untuk turun karena akan membahayakan mereka sendiri.
”Imbauan Presiden agar masyarakat tidak kembali dulu ke rumah masing-masing. Hendaknya imbauan ini dipatuhi demi keselamatan sendiri. Kalau ada yang kembali dan masih bertahan, diminta supaya turun. Kalau tidak mau harus dipaksa, agar mereka selamat. Presiden berpesan, jangan ada satu pun warga yang menjadi korban lagi,” kata Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono kepada pers, mengulangi permintaan Presiden, seusai mengikuti rapat terbatas tersebut. Rapat terbatas yang tertutup bagi pers itu dihadiri Wakil Presiden Boediono, tiga menteri koordinator, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, dan sejumlah menteri lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Saudaraku telah berbagi, semoga apapun masukan Saudaraku akan bermanfaat bagi kami.